Cap “Pembuat Bidah”
Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani
Ditranslasi dari The Approaching to Armageddon
Nabi saw. menggambarkan suatu masa ketika mereka yang mengikuti sunah akan dicap sebagai “pembuat bidah”. Ibn Mas‘ûd berkata: Apa jadinya jika bidah merajalela dan anak kecil tumbuh dalam kondisi semacam itu, dan orang tua sudah memutih rambutnya, dan urusan kalian atau kepemimpinan akan diserahkan kepada selain orang Arab, hingga ketika seseorang mengikuti sunah, ia akan disebut sebagai “pembuat bidah.”
Mereka bertanya, “Ya Abû ‘Abd al-Rahmân, akankah hal itu akan terjadi?” Ia menjawab, Ketika pemimpin kamu semakin banyak, namun orang-orang jujur semakin berkurang, dan jumlah pembaca Alquran bertambah, sedangkan jumlah fukaha akan menurun, dan mereka akan mempelajari (secara intensif) bidang ilmu selain agama. Orang akan bekerja mencari dunia dan meninggalkan kerja untuk akhirat.
Hadis ini merujuk pada suatu masa ketika anak-anak muda akan dibesarkan dalam suasana penuh bid'ah, dan orang-orang tua telah mengetahuinya. Kini kita menyaksikan berbagai bentuk bidah yang tak terhitung banyaknya, terutama dalam berbagai bentuk ideologi yang membanjiri dunia Islam, dari sekuralisme hingga nasionalisme. Orang-orang yang mengikuti ideologi baru ini akan mengatakan kepada kita bahwa segala peninggalan masa lalu adalah keliru, mundur, dan terbelakang.
Pada saat-saat seperti itu, urusan orang-orang Islam (atau kepemimpinan umat Islam) akan diserahkan kepada orang-orang non-Arab. Itu berarti orang-orang asinglah yang mengontrol Dunia Islam. Kita telah menyaksikan hal itu pada masa sekarang, ketika seseorang tiba-tiba muncul dan menjadi penguasa di negeri Islam—biasanya mereka yang tidak punya landasan pengetahuan agama dan hanya berminat terhadap kekuasaan.
Pada saat-saat seperti itu, siapa pun yang mengikuti sunah Nabi akan
dipandang sebagai penentang ideologi zaman dan akan dinilai sebagai
pembuat bidah. Hal tersebut telah diprediksi 1400 tahun yang silam. Dan kini, orang-orang yang hendak melaksanakan ajaran Islam dengan benar sesuai dengan sunah Nabi dicap sebagai pembuat bidah. Itu telah dialami oleh banyak orang. Akan muncul sebuah kelompok di kalangan umat Islam, yang jika mereka tidak suka dengan apa yang Anda lakukan, akan mengatakan, “Itu bidah, haram, syirik, dan kufur!” Kini, jika Anda memasuki masjid, Anda dengan mudah akan mendengar ungkapan semacam itu.
Bertahun-tahun yang lalu, istilah bidah tidak pernah digunakan secara luas dengan cara seperti itu. Tetapi, generasi-generasi baru mengucapkan istilah itu dengan cara yang serampangan, dengan menerapkan istilah itu terhadap semua hal yang menurut mereka salah, karena mereka dibesarkan dengan istilah itu oleh para guru mereka. Mereka melakukan perbuatan yang telah diprediksi Nabi saw. dalam hadis di atas.
Pada hakikatnya, itu merupakan salah satu persoalan paling serius yang dihadapi oleh orang-orang Islam pada masa modern ini. Kini, kita jarang sekali menjumpai tiga orang dalam satu tempat yang mengikuti satu pemimpin agama atau pemimpin politik yang sama. Masing-masing mengikuti pemimpinnya sendiri. Jika kita membuka internet, kita akan mendapati para pengikut seorang pemimpin yang menilai pandangan pengikut pemimpin lain, yang dengan agresif menandaskan pandangannya dan menghujat pendapat pihak lain. Setiap
orang telah menjadi pemimpin dirinya sendiri, dan tidak mau mengikuti orang lain. Setiap orang mengeluarkan keputusan yang didasarkan pada tujuannya sendiri, bukan berdasarkan pada pemahaman agama.
Pemimpin-pemimpin semacam itu tidak memiliki pengetahuan tentang hadis dan fikih, meski jagoan dalam menghafal Alquran. Dewasa ini, kita menyaksikan orang-orang yang mengirim anak-anak mereka untuk mempelajari Alquran, tetapi seperti yang disinyalir dalam hadis di atas, “jumlah fukaha akan menurun.” Tidak ada lagi kajian tentang ilmu-ilmu keislaman, juga fikih. Tidak ada yang mau mempelajari makna Alquran, pentingnya hadis, dan alasan di balik pewahyuan tiap-tiap ayat, yang semuanya sangat penting untuk mengeluarkan sebuah keputusan hukum.
“Mereka akan mempelajari (secara intensif) bidang ilmu selain agama.” Mereka akan mempelajari Alquran, tetapi tidak mempelajari fikih. Seiring dengan itu akan muncul kajian tentang ilmu-ilmu duniawi–yang mempelajari hal-hal di luar agama. Pada masa sahabat dan generasi peradaban Islam berikutnya, termasuk Dinasti Umayyah, Abbasiyah, hingga kerajaan Utsmani, orang-orang Islam sangat gemar mengkaji ilmu-ilmu keislaman. Sekarang semua telah berubah.
Sebagai gantinya, mereka sangat bersemangat melakukan kajian terhadap berbagai jenis ilmu pengetahuan sekuler, dan sepenuhnya mengabaikan ilmu pengetahuan agama. “Orang akan bekerja mencari dunia dan meninggalkan kerja untuk akhirat.” Hampir tiada lagi orang yang tertarik dengan masalah akhirat, karena nyaris semua orang terpesona dengan kehidupan dunia beserta kenikmatannya.
Hadis di atas melukiskan kondisi saat ini dengan sangat jelas. Bagi
generasi baru, setiap aspek ajaran Islam yang diikuti oleh generasi
sebelumnya dipandang sebagai bidah.
Wa min Allah at Tawfiq
Sabtu, 07 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar