Sabtu, 17 Januari 2009

KEMULIAAN KETURUNAN (AHLUL-BAIT)RASULALLAH SAW (XVII)

Jumlah Perawi Hadits (Kitab Allah dan ‘itrahku) dari kalangan Sahabat:
1. Zaid bin Arqam.2. Abu sa’id al-Khudri.3. Jabir bin Abdullah.4. Hudzaifah bin Usaid.5. Khuzaimah bin Tsabit.6. Zaid bin Tsabit.7. Suhail bin Sa’ad.8. Dhumair bin al-Asadi, 9. ‘Amir bin Abi Laila (al-Ghifari).10. Abdurrahman bin ‘Auf.11. Abdullah bin Abbas.12. Abdullah bin Umar.13. ‘Uday bin Hatim.14. ‘Uqbah bin ‘Amir.15. Ali bin Abi Thalib.16. Abu Dzar al-Ghifari.17. Abu Rafi’.18. Abu Syarih al-Khaza’i.19. Abu Qamah al-Anshari.20. Abu Hurairah.21. Abu Hatsim bin Taihan.22. Ummu Salamah.23. Ummu Hani binti Abi Thalib. [ RA ] 24. Dan masih banyak lagi laki-laki dari kalangan Quraisy.
Jumlah Perawi dari kalangan Thabi’in hadits “Kitab Allah dan ‘Itrahku”:
1. Abu Thufail ‘Amir bin Watsilah.2. ‘Athiyyah bin Sa’id al-’Ufi.3. Huns bin Mu’tamar.4. Harits al-Hamadani.5. Hubaib bin Abi Tsabit.6. Ali bin Rabi’ah.7. Qashim bin Hisan.8. Hushain bin Sabrah.9. ‘Amr bin Muslim.10. Abu Dhuha Muslim bin Shubaih. 11. YahyabinJu’dah. 12. Ashbagh bin Nabatah. 13. Abdullahbin Abirafi’.14. Muthalib bin Abdullah bin Hanthab.15. Abdurrahman bin Abi sa’id.16. Umar bin Ali bin Abi Thalib.17. Fathimah binti Ali bin Abi Thalib.18. Hasan bin Hasan bin bin Ali bin Abi Thalib.19. Ali Zainal Abidin bin Husain, dan yang lainnya.
Kita sering bertanya-tanya, mengapa hadits tqalain jarang sekali di kumandangkan dimasjid-masjid atau tempat lainnya, padahal hadits tsqalain ‘Kitabullah wa ‘Itrati ahli baiti atau wa ahli baiti’ ini ebih kuat dan lebih banyak diriwayatkan daripada hadits ‘Kitabullah wa sunnati’ ini. Berpuluh-puluh sahabat Nabi saw. yang meriwayatkan hadits tsqalain serta dikutip dalam beratus-ratus kitab para ulama pakar berbagai madzhab.
Ada gerangan apakah sebagian ulama tidak mau menerangkan atau mengumandangkan dalam pidato nya atau ceramahnya hadits tqalain ini?, padahal kita semua dianjurkan untuk menerangkan semua firman Allah swt. dan Sunnah Rasul-Nya dan tidak boleh menyembunyikannya !
Hadits tsqalain ini diucapkan oleh Rasulallah saw. didalam pidato/khutbah-nya ketika beliau saw. selesai menunaikan ibadah haji wada’ bersama kaum muslimin didepan ribuan ummat dan disaksikan oleh para sahabat beliau saw.. Didalam pidatonya beliau saw. menekankan sebagai wasiat beliau agar ummatnya berpegang teguh pada dua bekal berat dan penting yaitu Kitabullah dan Keturunannya (ahlul baitnya), yang akan menjamin keselamat an ummatnya. Wasiat beliau saw. ini perlu diperhatikan dan dijaga baik-baik, agar dalam perjalanan hidup didunia ini ummat Islam tidak akan sesat dan akan mencapai tujuan yang didambakan, yaitu meraih keridhoan Allah swt. di dunia dan akhirat.
Walau pun sudah jelas siapa yang dimaksud ahlul-bait itu dalam ayat Al-Ahzab dan dalam hadits-hadits shohih, masih ada ulama yang membatasi maknanya yakni mengartikan itrah atau ahlu bait Rasulallah saw. hanya terdiri dari para ulama dari keturunan Rasulallah saw. saja. Pengakuan mereka seperti itu tidak berdasarkan hujjah atau dalil naqli, hanya berdasarkan pikiran mereka sendiri mengartikan makna dari Ahlul-Bait dari segi dan istilah bahasa dan dari bidang ilmu atau ketaqwaan.
Sebenarnya yang dimaksud ithrah dan ahlul-bait dalam firman Allah swt. dan hadits Rasulallah saw .agar dicintai, dijaga hak-hak mereka dan diakui kemuliaan dan kedudukan mereka ialah semua keturunan dari Nabi saw.. Tidak pandang apakah mereka itu Imam, ulama atau bukan. Mengenai para ahli Fiqih, para ulama dan para Imam dari keturunan Rasulallah khususnya, mereka itu memang teladan bagi ummat Islam dan merupakan pelita yang menerangi kegelapan. Akan tetapi itu tidak berarti bahwa hanya mereka itu saja yang dimaksud dari keluarga keturunan Rasulallah saw.. Kalau makna ahlul-bait itu hanya terbatas pada ulama-ulama atau ahli Fiqih dari kalangan ahlul-bait, maka Rasulallah saw. dalam pidatonya akan mengatakan: “Aku tinggalkan kepada kalian dua bekal; ’Kitabullah dan para ulama atau ahli Fiqih dari ahlubaitku’, ternyata pidato beliau saw. hanya mengatakan ‘Kitabullah dan ithrah-ku, ahlubaitku’ “ !
Kita ummat muslimin terutama para ulama, para ahli fiqih dan para Imam itu justru orang-orang yang paling pertama berkewajiban memperhatikan wasiat Nabi saw. yakni secara umum mereka itu wajib mencintai, menghormati kedudukan dan memelihara hak-hak semua keluarga keturunan Rasulallah saw. dengan sebaik-baiknya. Tidak diragukan diantara para hadirin saat itu, yang mendengarkan khotbah Rasulallah saw. pasti terdapat orang-orang yang sudah lebih mendalam ilmu pengetahuannya tentang Fiqih dibandingkan dengan kebanyakan anggota ahlul-bait dan anak-anak mereka.
Apakah ada diantara para hadirin yang sebanyak itu menyimpulkan bahwa Rasulallah saw. dalam pidatonya itu mewasiatkan para anggota keluarganya supaya memuliakan kedudukan para ulama dan para ahli Fiqih? Apakah ketika itu ada orang yang mengatakan bahwa yang dimaksud ‘itrah’ atau ‘ahlul-bait’ itu bukan keturunan Rasulallah saw. melainkan orang-orang lain yang tidak mempunyai hubungan darah dengan beliau saw.? Apakah waktu itu beliau saw. berwasiat bahwa anggota-anggota keluarga beliau saw. adalah: Abu Bakar As-Siddiq, ‘Umar Ibnul Khattab, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal, ‘Abdullah bin Salam [ra] atau para ulama lainnya baik yang berasal dari kaum Muhajirin maupun kaum Anshor? Apakah kaum muslimin yang sebanyak itu tidak ada yang memahami, bahwa Rasulallah saw. berpesan kepada segenap kaum muslimin supaya menjaga dengan baik kedudukan para keluarga keturunan dan kaum kerabat beliau saw.? Apakah diantara kaum muslimin ribuan yang hadir waktu itu tidak ada yang mengerti, bahwa yang dimaksud ‘itrah’ atau ‘ahlul bait’ itu ‘keluarga keturunan Rasulallah saw’. dan bukan orang selain ini? Sudah tentu khotbah wasiat Rasulallah saw. itu cukup jelas dimengerti oleh para hadirin waktu itu !
Sebab arti ‘itrah’ atau ‘ahlul-bait’ Rasulallah saw. dalam pidatonya itu tidak bisa diartikan kecuali keluarga Rasulallah saw. dan keturunan beliau saw.!
Hadits tsaqalain banyak dikutip oleh para perawi-perawi hadits dan beragam kalimatnya tapi maknanya sama. Berikut ini kami mengutip kalimat hadits tqalain yang antara lain ada yang telah dikemukakan sebelumnya. Nabi saw.bersabda:
يَا اَيُّهَا النَّاسُ اِنِّي تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا اِنْ اَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوْا كِتَابَ اللهِ وَعِطْرَتِي أهْلَ بَيْتِي
“Wahai manusia, sungguh kutinggalkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh dengannya kalian tidak akan tersesat: ‘Kitabullah dan Itrahku Ahlu baitku’ ”.
Hadits ini bisa kita rujuk dalam: Shahih Tirmidzi jilid 5, hal. 328, hadits ke 3874 cet.Darul Fikr Beirut, jilid 13 hal.199 cet.Maktabah Ash-Shawi, Mesir, jilid 2 hal.308 cet. Bulaq Mesir.; dalam Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 5 hal. 182 ; dalam Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 149 ia mengatakan hadits ini adalah hadits shahih ; dalam Ad-Durrul Mantsur oleh Jalaluddin As-Suyuthi jilid 6 hal.7 ; dalam Ash-Shawa’iqul Muhriqah oleh Ibnu Hajar Al-Haitsami hal. 184 ; dalam Al-Fadhail, oleh Ahmad bin Hanbal hal.28.; dalam Tarikh Al-Khulafa’ oleh As-Suyuthi hal.109 ; dalam Tafsir Ibnu Kathir, jilid 4 hal.113, cet.Dar Ihya’ Al-Kutub Al-‘Arabiyah, Mesir. ; dalam Tafsir Al-Khazin jilid 1 hal.4, cet.Dar Ihya’ Al-Kutub Al-‘Arabiyah, Mesir. ; dalam Usdul Ghabah fi Ma’rifati Ash-Shahabah oleh Ibnu Atsir Asy-Syafi’i jilid 2 hal.12. Dan dalam kitab lain-lainnya.
 Rasulallah saw.bersabda :
إنَّي تَارِكٌ فِيْكُمْ خَلِيْفَتَيْنِ : كِتَابَ اللهِ حَبْلٌ مَمْدُوْدٌ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالاَرْضِ
وَعِتْرَتِي أهْلَ بَيْتِي وَإنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحِوْضَ
“Kutinggalkan kepada kalian dua peninggalan: Kitabullah sebagai tali yang terbentang antara langit dan bumi, dan keturunanku ahlulbaitku. Sesungguh- nya kedua-duanya itu tidak akan berpisah hingga kembali kepadaku di Haudh (telaga di surga)”. (dikeluarkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dari hadits Zaid bin Tsabit dan dari dua shohih Bukhori-Muslim. Yang pertama pada halaman 182 dan yang kedua pada akhir halaman 189 jilid V. Dikeluarkan juga oleh Abu Syaibah, Abu Ya’la dan Ibnu Sa’ad. ‘Kanzul Ummal’ jilid 1, halaman 47 hadits no.945).
 Juga hadits yang serupa diatas hanya berbeda versinya tapi sama makna- nya, bisa kita rujuk juga dalam Ad-Durrul Mantsur oleh As-Suyyuthi Asy-Sayfi’i jilid 2, hal.60 ; Yanabi’ul Mawaddah oleh Al-Qundusi Al-Hanafi hal.38 dan 183, cet.Istanbul; cet.Al-Haidariyah hal.42 dan 217.; Dalam Majma’uz Zawaid oleh Al-Haitsmi jilid 9, hal. 162 ; ‘Abaqat Al-Anwar jilid 1, hal.16 cet.pertama Ishfahan; Al-jami’ Ash Shaqhir oleh As-Suyuthi jilid 1, hal. 353 cet. Mesir ; Al-Fathul Kabir oleh An-Nabhani, jilid 1 hal. 451 dan kitab-kitab rujukan lainnya.
Rasulallah saw. bersabda :
إنَّي اُوْشِكُ اَنْ اُدْعَى فَاُجِيْبَ وَإنَّي تَارِكٌ فِيكُمُ الثَّقَلَيْنِ: كِتَابَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
وَعِتْرَتِي كِتَابُ اللهِ حَبْلٌ مَمْدُوْدٌ مِنَ السَّمَاءِ اِلَى الاَرْضِ وَعِتْرَتِي أهْلَ بَيْتِي
وَإنَّ اللَّطِيْفَ الْخَبِيْرَ اَخْبَرَنِي اَنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحِوْضَ فَانْظُرُوْا
كَيْفَ تَخْلُفُوْنِي فِيْهِمَا
“Bahwasanya aku merasa hampir dipanggil dan aku akan memenuhi panggilan itu. Sesungguhnya aku tinggalkan kepadamu dua pusaka (bekal) yang berharga (berat): Kitabullah ‘Azza wa jalla dan ‘Ithrahku (keturunanku). Kitabullah adalah tali yang terbentang dari langit ke bumi, dan Itrahku ialah Ahlu baitku. Sesungguhnya Yang Maha Halus dan Maha Mengetahui (Allah swt.) memberitakan kepada- ku bahwa keduanya tidak akan terpisahkan sehingga keduanya kembali kepadaku di Haudh, maka perhatikan bagaimana kalian mempertentangkan aku terhadap keduanya “.(Hadits ini dikeluar kan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya jilid 111 hal.17 dan 1
 Hadits yang serupa diatas ini bisa kita rujuk juga dalam:
Ash-Shawa’iqul Muhriqah oleh Ibnu Hajar, hal. 148, cet. Al-Muhammadiyyah, disini disebutkan ‘Lam Yaftariqa’ yang benar ‘ Lan Yaftariqa ’sebagaimana yang terdapat pada cet.pertama hal. 89, cet. Al-Maimaniyah Mesir.; As-Sirah An-Nabawiyyah oleh Zaini Dahlan (catatan pinggir As-Sirah Al-Halabiyah jilid 3, hal.331 cet.Al-Bahiyah, Mesir. ; Al-Mu’jam Ash-Shaqier oleh Ath-Thabrani jilid 1, hal.131 cet.Dar An-Nashr, Mesir. ; Maqtal Al-Husain, oleh Al-Khawariz mi jilid 1, hal.104, cet.Mathba’ah Az-Zahra’.; Jami’ul Ushul oleh Ibnu Atsir jilid 1, hal. 187, cet.As-Sunnah Al-Muhammadiyah dan lain-lainnya.
 Rasulallah saw.bersabda :
إنَّي تَارِكٌ فِيكُمُ الثَّقَلَيْنِ: كِتَابَ اللهِ وَاَهْلَ بَيْتِي وَإنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحِوْضَ
“Kutinggalkan kepada kalian dua bekal. ‘Kitabullah dan ahlu baitku’. Sesungguhnya kedua-duanya itu tidak akan berpisah hingga kembali kepadaku di haudh”. (Dikeluarkan oleh Al-hakim dalam Al-Mustadrak jilid 111 hal. 148. Dikatakan olehnya bahwa hadits ini mempunyai kebenaran isnad yang diakui oleh Bukhori dan Muslim, tetapi tidak dikeluarkan oleh dua orang Imam ini. Dikeluarkan juga oleh Adz-Dhahabi dalam Talkhishul Mustadrak dan dinyatakan kebenarannya berdasarkan pembenaran Bukhari & Muslim ).
 Hadits Rasulallah saw. dari Zaid bin Arqam ra katanya: “Pada suatu hari Rasulallah saw.berdiri sedang menyampaikan khutbahnya dihadapan kami disuatu telaga air bernama Khom yang terletak antara Makkah dan Madinah. Setelah mengucapkan hamdalah dan memuji kepada Allah, memberi peringatan dan nasihat lalu beliau saw. bersabda: ‘‘Amma ba’du, wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah seorang basyar (manusia) dan tidak lama lagi aku akan menyahut seruan tuhanku (wafat), maka aku tinggal- kan ditengah-tengah kamu dua perkara yang berat (Tsqalain); pertama Kitab Allah Ta’ala yang didalamnya mengandung petunjuk dan cahaya, maka ambillah kitab Allah itu dan berpeganglah padanya, dan Ahli Baitku, aku peringatkan kamu terhadap Ahli Baitku’. (kalimat terakhir ini diulangi oleh beliau saw. tiga kali ). Husain bertanya (pada Zaid ini); ‘Siapakah Ahli Bait baginda wahai Zaid’? ‘Bukankah isteri-isteri beliau adalah Ahli Baitnya’? Zaid menjawab; ‘Sesungguhnya isteri-isteri beliau saw. bukanlah daripada Ahlil Bait- nya, (yang tercantum dalam pidato beliau ini) akan tetapi Ahli Bait beliau saw. adalah orang-orang yang diharamkan pada mereka menerima sedekah selepas kewafatan beliau saw.’. Ia bertanya lagi; ‘Siapakah mereka itu’? Jawabnya; ‘Mereka itu adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga Al-Abbas [ra.]’. Tanyanya lagi; ‘Apakah semua mereka itu diharamkan padanya sedekah’? Jawabnya ; ‘Ya’ “. (HR. Muslim, Ahmad bin Hanbal, Tirmidzi dan Nasa’i)

Tidak ada komentar: