Jumat, 05 September 2008

Sekte Wahhaby (2); Muhammad bin Abdul Wahhab dan Pengkafiran beberapa Tokoh

Sekte Wahhaby (2); Muhammad bin Abdul Wahhab dan Pengkafiran beberapa Tokoh

    Bukti Lain Pengkafiran Wahhaby;
    Muhammad bin Abdul Wahhab dan Pengkafiran beberapa Tokoh

2- Muhammad bin Abdul Wahhab Mengkafirkan Beberapa Tokoh Ulama

Muhammad bin Abdul Wahhab dalam sebuah surat yang dilayangkan kepada Syeikh Sulaiman bin Sahim yang seorang tokoh mazhab Hambali di zamannya. Ia menuliskan: “Aku mengingatkan kepadamu bahwa engkau bersama ayahmu telah dengan jelas melakukan perbuatan kekafiran, syirik dan kemunafikan!…engkau bersama ayahmu siang dan malam sekuat tenagamu telah berbuat permusuhan terhadap agama ini!…engkau adalah seorang penentang yang sesat di atas keilmuan. Dengan sengaja melakukan kekafiran terhadap Islam. Kitab kalian itu menjadi bukti kekafiran kalian!” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 31)
b- Dalam surat yang dilayangan kepada Ahmad bin Abdul Karim yang getol mengkritisinya, ia menuliskan: “Engkau telah menyesatkan Ibnu Ghonam dan beberapa orang lainnya. Engkau telah lepas dari millah (ajaran) Ibrahim. Mereka menjadi saksi atas dirimu bahwa engkau tergolong pengikut kaum musyrik” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 64)
c- Dalam sebuah surat yang dilayangkannya untuk Ibnu Isa yang telah melakukan argumentasi teradap pemikirannya, Muhamad bin Abdul Wahhab lantas memvonis sesat para pakar fikih (fuqoha’) secara keseluruhan. Ia menyatakan: “(Firman Allah); “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah”. Rasul dan para imam setelahnya telah mengartikannya sebagai ‘Fikih’ dan itu yang telah dinyatakan oleh Allah sebagai perbuatan syirik. Mempelajari hal tadi masuk kategori menuhankan hal-hal lain selain Allah. Aku tidak melihat terdapat perbedaan pendapat para ahli tafsir dalam masalah ini.” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 2 halaman 59)
d- Berkaitan dengan Fakrur Razi –pengarang kitab Tafsir al-Kabir- yang bermazhab Syafi’i Asy’ary, ia mengatakan: “Sesungguhnya Razi tersebut telah mengarang sebuah kitab yang membenarkan para penyembah bintang” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 355). Betapa kebodohan Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap karya Fakhrur Razi. Padahal dalam karya tersebut, Fakhrur Razi menjelaskan tentang beberapa hal yang menjelaskan tentang fungsi gugusan bintang dalam kaitannya dengan fenomena yang berada di bumi, termasuk beraitan dengan bidang pertanian. Namun Muhamad bin Abdul Wahhab dengan keterbatasan ilmu dan kebodohannya terhadap ilmu perbintangan telah menvonisnya dengan julukan yang tidak layak, tanpa didasari ilmu yang cukup.

Muhammad bin Abdul Wahhab pun mengkafirkan –yang lantas diikuti oleh para pengikutnya (Wahhaby)- para pakar teologi (mutakallimin) Ahlusunnah secara keseluruhan (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 53), bahkan ia mengaku-ngaku bahwa kesesatan para pakar teologi tadi merupakan konsensus (ijma’) para ulama dengan mencatut nama para ulama seperti adz-Dzahabi, Imam Daruquthni dan al-Baihaqi. Padahal jika seseorang meneliti apa yang ditulis oleh seorang seperti adz-Dzahabi –yang konon kata Ibnu Abdul Wahhab juga mengkafirkan para teolog- dalam kitab “Siar A’lam an-Nubala’” dimana beliau banyak menjelaskan dan memperkenalkan beberapa tokoh teolog, tanpa terdapat ungkapan pengkafiran dan penyesatan. Walaupun kalaulah terdapat beberapa teolog yang menyimpang namun tentu bukan hal yang bijak jika hal itu digeneralisir. Dan yang perlu digarisbawahi adalah, jelas sekali, jika kita teliti dari konteks yang terdapat dalam ungkapan Muhammad bin Abdul Wahhab, yang ia maksud bukanlah para teolog non musim atau yang menyimpang saja, tetapi semua para teolog muslim seperti Abul Hasan al-Asy’ari –pendiri mazhab ‘Asy’ariyah- dan selainnya sekalipun.

Jangankan terhadap orang yang berlainan mazhab –konon Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengaku sebagai penghidup ajaran dan metode (manhaj) Imam Ahmad bin Hambal sesuai dengan pemahaman Ibnu Taimiyah- dengan sesama mazhabpun turut disesatkan. Kita akan melihat contoh dari penyesatan pribadi-pribadi tersebut:
Adapun Ibnu Abdul Lathif, Ibnu ‘Afaliq dan Ibnu Mutlaq adalah orang-orang yang pencela ajaran Tauhid…namun Ibnu Fairuz dari semuanya lebih dekat dengan Islam” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 78). Apa makna lebih dekat? Berarti mereka bukan Islam (baca: kafir) dan di luar Islam namun mendekati ajaran Islam. Padahal Muhammad bin Abdul Wahhab juga mengakui bahwa Ibnu Fairuz adalah pengikut dari mazhab Hambali, penjunjung ajaran Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim al-Jauziyah. Bahkan di tempat lain, Muhammad Abul Wahhab berkaitan dengan Ibnu Fairuz mengatakan: “Dia telah kafir dengan kekafiran yang besar dan telah keluar dari millah (agama Islam)” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 63)

Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan: “Barangsiapa yang tidak mengkafirkannya (Ibnu Arabi) maka iapun tergolong orang yang kafir pula”. Dan bukan hanya orang yang tidak mau mengkafirkan yang divonis Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai orang kafir, bahkan yang ragu dalam kekafiran Ibnu Arabi pun divonisnya sebagai orang kafir. Ia mengatakan: “Barangsiapa yang meragukan kekafirannya (Ibnu Arabi) maka ia tergolong kafir juga”. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 25)

Kini, kita akan melihat satu contoh saja, berkaitan dengan pengkafiran Syiah, mazhab Islam di luar Ahlusunnah. Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi pernah menyatakan: “Barangsiapa yang meragukan kekafiran mereka maka iapun tergolong orang kafir” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 369). Muhammad bin Abdul Wahhab ‘mengaku’ bahwa ungkapan ini berasal dari al-Muqoddasi yang diterima oleh pemikirannya. Padahal Ibnu Taimiyah yang juga tidak suka terhadap Syiah –dilihat dari berbegai buku karyanya- tidak pernah sampai mengeluarkan Syiah dari Islam (pengkafiran), paling maksimal ia telah menvonis Syiah sebagai ahli Bid’ah saja.

Tidak ada komentar: