Sabtu, 22 November 2008

Membayar Hutang Shalat

Membayar Hutang Shalat

Kita mengenal istilah qadha shalat yang artinya melunasi hutang shalat. Berarti yang bersangkutan pernah meninggalkan shalat, disengaja atau tidak itu lain soal. Yang jelas, hutang kewajiban shalat sama halnya dengan hutang kewajiban kepada Allah yang lain, ia harus dilunasi. Bahwa shalat yang kita tinggalkan itu adalah disebabkan kelalaian kita. Kepada manusia saja hutang harus dibayar, kenapa hutang kepada Allah justru dipermudah? Walaupun kita tahu Allah adalah Dzat Maha Pemaaf, tapi itu masalah lain.Dalil yang kita pakai:
اتَّفَقَ العُلَمَاءُ عَلَى أنَّ قَضَاءَ الصَّلَاةِ وَاجِبٌ عَلَى الناَّسِيّ وَ النّاَئِمِ لِمَا تَقَدَّمَ مِنْ قَوْلِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ، أنَّهُ لَيْسَ فِي النَّوْمِ تَفرِيْطٌ. وَ إنَّمَا التَّفْرِيْطُ فِيْ الْيَقْظَةِ. فَإذَا نَسِيَ أَحَدٌ صَلاَةُ أوْ نََامَ عَنْهَا فَلْيُصَلِّيْهَا إذَا ذَكَرَهَاPara ulama sepakat bahwa melunasi hutang shalat yang ditinggalkan itu wajib hukumnya, baik karena lupa ataupun tertidur. Seperti pernah disampaikan Rasul: Tertidur itu bukan kelengahan karena yang dikatakan lengah itu bila seseorang tidak tidur. Apabila ia lupa atau tertidur dan tidak mengerjakan shalat, shalatlah ketika teringat. (Lihat dalam FIqhus Sunnah, Juz II, hlm. 185)Kita memang dapat membayarnya lain waktu yang senggang. Akan tetapi, lebih cepat membayar, lebih baik. Misalnya, kita baru saja hutang shalat Subuh karena bangun kesiangan maka waktu yang terbaik dapat dikerjakan jam tujuh atau jam delapan pagi ketika kita bangun dari tidur, atau ketika kita sempat membayamya dan tidak perlu ditunda-tunda. Meski pada dasarnya hutang (qadha) shalat Subuh dapat dikerjakan di waktu shalat Zhuhur, Maghrib, Ashar, atau kapan saja.Demikian juga berlaku pada shalat-shalat lain yang kita tinggalkan. Soal apakah dosa besar ketika kita meninggalkan shalat, tentu saja akan dilihat alasannya. Kalau kita beralasan tidur, tidak ada yang membangunkan, tentu Allah Mahatahu. Berbeda bila kita meninggalkan shalat karena alasan lain seperti bus yang kita tumpangi tidak berhenti, atau di kereta yang katanya tidak ada tempat, di pesawat yang katanya tidak ada air, atau sedang sakit, semua itu Allah Mahatahu.Yang jelas, shalat bagi kaum muslimin merupakan suatu kewajiban yang harus dikerjakan pada waktunya, dalam kondisi apapun. Jika tidak bisa berdiri, duduk. Tidak bisa duduk, tiduran. Tidak bisa tiduran, isyarat mata. Tidak bisa isyarat mata, dengan hati. Begitu mudahnya syari'at Islam, namun kemudahan itu masih saja dirasa berat oleh orang yang suka bermalas-malasan.Sekarang, bagaimana jika hutang shalat satu minggu karena sakit belum bisa membayarnya keburu meninggal, siapa yang harus membayar?Hutang shalat tadi bisa dibayar lewat dua cara. Cara pertama, dilunasi keluarganya; dan cara kedua, bisa melunasinya dengan membayar fidyah (denda), yaitu 1 waktu shalat yang ditinggalkan sama dengan 6 ons beras atau makanan pokok lainnya. Berarti, keluarga harus membayarkan 6 ons beras x 5 x 7 dan diberikan kepada tetangga yang miskin.
وَمَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَلاَةٌ فَلا قَضَاءَ وَ لاَ فِدْيَةَ. وَ فِيْ قَوْلٍ كَجَمْعِ الْمُجْتَهِدِيْنَ أنَّهَا تَقْضَى عَنْهَا لِخَبَرِ البُخَارِي وَ غَيْرِهِ. وَ مِنْ ثَمَّ اخْتاَرَهُ جَمْعٌ مِنْ أئِمَّتِناَ وَ فَعَلَ بِهِ السُبْكِي عَنْ بَعْضِ أَقاَرِبِهٍِSiapa meninggal dunia sedang ia punya hutang shalat, baginya tak perlu diqadha. Tetapi menurut sebagian besar ulama Mujtahidin: bagi keluarganya tetap terkena kewajiban membayar karena ada hadits riwayat Imam Bukhari, dll. Rupanya pendapat terakhir ini cenderung diikuti ulama-ulama, Syafi’iyah, antara lain Imam Subki dan sebagian sahabatnya. (Lihat Ahkamul Fuqoha, Juz II, hal 50)
الصَّحِيْحُ هَوَ الإفْتاَءُ الأوَّلُ بِإخْرَاجِ الْفِدْيَةِ أرْبَعِيْنَ مُدًّا لِتَرْكِ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَةِ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ فِيْ خَمْسِ مَكْتُوْباَتٍ... yang benar adalah fatwa pertama yang mengatakan: harus mengeluarkan fidyah (denda) 40 mud (1 mud = 6 ons) bagi yang telah meninggalkan shalat selama 8 hari, yang seharusnya dia mengerjakan shalat 5 kali sehari. (Lihat dalam I’anatut Thalibin, Juz II, hal 229)
KH Munawir Abdul FattahPengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta

Hukum Shalat Arba'in di Masjid Nabawi

Hukum Shalat Arba'in di Masjid Nabawi

Sebagian jama'ah haji ada yang menggunakan kesempatan berziarah ke Madinah untuk melaksanakan shalat empat puluh kali secara berturut-turut di masjid Nabawi. Amaliah ini lebih kita kenal dengan istilah Shalat Arba'in. Bagaimanakah Shalat Arba'in itu? Adakah tuntunan Nabi SAW yang mengajarkannya?Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kalau melihat hadlts Nabi SAW, yang menjelaskan keutamaan tiga masjid yang mempunyai sejarah besar dalam Islam, yakni masjidil Haram, masjib Nabawi serta masjidil Aqsha.
عَنْ أبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَاتَشُدُّ الرِّحَالَ إلاَّ فِيْ ثَلَاثٍ: الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِيْ هَذَا وَاْلمَسْجِدِ الْأقْصَى –صحيح البخاري“Dari Abli. Hurairah RA dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda, ‘Janganlah kamu bersikeras untuk berkunjung kecuali pada tiga tempat, yaitu Masjidil Haram, Masjidku ini (Masjid Nabawi), serta Masjidil Aqsa.’” (HR Bukhari)Dalam hadits ini, ada anjuran yang sangat kuat dari Nabi SAW untuk berziarah, mendatangi sekaligus beribadah di tiga masjid itu. Karena tempat-tempat tersebut mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki tempat lain di dunia ini. Dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلاَةٌ فِيْ مَسْجِدِيْ هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيْمَا سِوَاهُ إلاَّ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَ صَلاَةٌ فِيْ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفٍ فِيْمَا سِوَاهُ –مسند أحمد بن حنبل"Dari Jabir RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Melakukan shalat satu kali di masjidku ini lebih utama dari shalat seribu kali di tempat lain, kecuali Masjidil Haram. Dan melakukan shalat satu kali di Masjidil Haram lebih utama dari pada melakukan shalat seratus ribu kali di tempat lainnya." (Musnad Ahmad bin Hanbal)Dari hadits ini terlihatjelas bahwa melakukan ibadah di dua masjid tersebut memiliki keutamaan yang sangat besar. Karena itu, para ulama sangat menganjurkan orang yang sedang melakukan ibadah haji, sebisa mungkin untuk memperbanyak melaksanakan ibadah di masjid tersebut. Al­Imam ar-Rabbani Yahya bin Syarf an-Nawawi dalam Kitab al-Idhah fi Manasik al-Hajj menjelaskan:"Orang yang melakukan ibadah haji, selama ia di Madinah, selayaknya untuk selalu melaksanakan shalat di Masjid Rasulullah SAW. Dan sudah seharusnya dia juga berniat 'i'tikaf, sebagaimana yang telah kami jelaskan tentang ibadah di Masjidil Haram. (Kitab al-Idhah fi Manasik al-Hajj wal Umrah, hal 456)Dan sangat dianjurkan untuk melaksanakan shalat tersebut secara berturut turut selama empat puluh kali. Sebab ada fadhilah yang sangat besar jika perbuatan ini dilaksanakan di Masjid Nabawi. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَلَّى فِيْ مَسْجِدِيْ أَرْبَعِيْنَ صَلَاةً لَا تَفُوْتُهُ صَلَاةٌ كُتِبَ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَ بَرَاءَةٌ مِنَ الْعَذَابِ وَ بَرِيْءٌ مِنَ النِّفَاقِ –مسند أحمد بن حنبل"Dari Anas bin Miilik, bahwa Rasululliih SAW bersabda, "Barangsiapa shalat di masjidku ini (masjid Nabawi) selama empat puluh kali berturut-turut, maka dicatat baginya kebebasan dari neraka, selamat dari adzab, serta terbebas dari kemunafikan." (Musnad Ahmad bin Hanbal).Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Shalat Arba'in oleh jama'ah haji atau umat Islam lainnya ketika di Madinah memang dianjurkan di dalam syariat Islam.
KH Muhyiddin AbdusshomadPengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam, Ketua PCNU Jember

Bukan Negeri tempat sarang Preman

Bukan Negeri tempat sarang Preman

Premanisme telah merajalela di Indonesia, sejak dari kota besar hingga ke dusun telah begitu rata dikuasai oleh preman yang tidak lain adalah geng yang rawan melakukan tindak kejahatan. Merebaknya premanisme itu sejalan dengan praktik politik para politisi orde baru, serta langkah para pebisnis dalam menjalankan perdagangan mereka. Premanisme tidak berjalan sendiri, tetapi ditopang oleh sistem politik dan sistem bisnis yang berkembang.Perilaku preman jalanan memang sangat meresahkan masyarakat terutama masyarakat kecil, mereka memeras para pedagang kecil, para sopir, tukang ojek di perkotaan. Di pedesaan mereka memeras para petani, nelayan dan peternak, tidak jarang merampas hasil usaha mereka. Munculnya premanisme itu membuat ekonomi menjadi tidak efisien karena itu biaya menjadi tinggi, ketika biaya preman dimasukkan dalam modal produksi sementara modal produksi selalu dijadikan patokan dalam menentukan harga, maka harga semakin tinggi, akhirnya rakyat lagi yang terkena beban.Merajalelanya premanisme di negeri ini membuat banyak orang putus asa, seolah tidak lagi bisa diberantas, karena semakin besarnya komunitas mereka, apalagi mereka itu didukung oleh aparat keamanan yang semestinya menjaga keamanan masyarakat. Premanisme merupakan fenomena yang sangat besar dan kasat mata, tidak mungkin aparat keamanan tidak mengetahui keberadaan dan ulah mereka. Tetapi mereka bisa beroperasi dengan leluasa, itu tidak lain karena dibiarkan bahkan dipelihara sebagai mesin pencari uang ilegal.Ironisnya preman saat ini tidak hanya terdiri dari anak jalanan, tetapi ada juga preman berseragam, preman berdasi, bahkan belakangan dikenal adanya preman berjubah. Padahal setiap preman selalu mengganggu keamanan dan merugikan masyarakat, baik secara kasar maupun secara lebih halus. Karena itu wajar kalau masyarakat mengeluhkan keadaan itu sebab keamanan masyarakat benar-benar terganggu dengan maraknya premanisme di negeri yang katanya sudah memiliki perangkat hukum ini.Melihat maraknya premanisme dengan perilakunya yang merugikan semua kalangan itu, maka sangat wajar kalau pihak Polri dengan tegas melakukan operasi terhadap preman termasuk menangkap para backing-nya tidak peduli dari aparat tentara atau kepolisian. Langkah Kapolri yang baru itu sungguh layak didukung, agar premanisme hilang dari negeri ini, sebab premanisme itu penyakit yang menular. Kalau dulu yang terjangkiti wabah itu hanya kalangan anak jalanan yang tidak berpendidikan, tetapi penyakit itu sekarang melanda kelas mana saja, termasuk yang berseragam dinas dan kaum berdasi. Bahkan tokoh agama atau kaum berjubah juga bisa kena wabah itu.Selama bertahun-tahun masyarakat resah, tetapi pemerintah dan aparat keamanan seolah tidak peduli dengan keprihatinan masyarakat itu, sehingga para preman bisa beroperasi dengan bebasnya. Tentu saja tidak hanya orang kecil yang menjadi korban premanisme itu, tetapi semua kalangan, termasuk kalangan elit politik dan pelaku bisnis. Karena itu mereka paling lantang berteriak ketika diperas oleh para preman. Selama ini aparat keamanan tidak serius memberantas premanisme sehingga terus merajalela karena tidak ada sangsi tak pula ada peringatan, sehingga tindakan mereka seolah legal, sehingga menginspirasi kalangan muda untuk membentuk premanisme berbagai skala di daerah masing-masing.Tindakan tegas perlu dilakukan untuk menertibkan mereka kalau tidak pemerintah dan aparat pemerintah akan kendali. Pada dasarnya premanisme muncul bukan semata karena faktor ekonomi yakni kemiskinan, tetapi sebagian karena hobi dan sebagian lagi karena dipaksa oleh keadaan di mana mereka bergaul. Ketika hobi dan pergaulan menjadi motivasi, maka faktor ekonomi bukan satu-satunya malah, tetapi juga mengangkut masalah mental dan masalah identitas kelompok.Dengan demikian gerakan untuk memberantas premanisme di Indonesia patut untuk didukung dan dibela. Premanisme lahir karena faktor ekonomi cukup besar. Mereka itu kebanyakan dari kelompok pinggiran yang ingin melakukan mobilisasi potensinya secara vertical, tetapi karena tidak memiliki modal baik intelektual dan profesionalitas, akhirnya mereka masuk dalam dunia preman, untuk menjaga kelestarian hidup mereka. Artinya premanisme bukan nasib bukan takdir, tetapi sebuah kemungkinan yang bisa melanda siapa saja baik yang terdesak maupun secara suka rela. Karena itu usaha pembasmian premanisme sangat penting dan perlu didukung, demi untuk keamanan dan kenyamanan bersama.Memperbaiki sistem ekonomi menjadi ekonomi yang lebih berkerakyatan bukan ekonomi yang eksploitatif di mana seluruh sektor usaha rakyat digusur disaingi oleh usaha besar sehingga rakyat menganggur. Pengangguran ini membuat mereka tidak bisa meraih pendidikan akhirnya mental mereka rusak, selanjutnya mereka akan menjadi anak jalanan, maka di situlah mereka akan terjebak dalam komunitas preman. Artinya disamping penyelesaian yang sifatnya jangka pendek yakni menangkapi para preman, perlu ada rencana jangka panjang yaitu memperbaiki sistem ekonomi dengan membangun lapangan kerja bagi rakyat dan menyediakan sarana pendidikan agar mereka menjadi terpelajar dan menjadi orang yang mengenal etika sosial. (Abdul Mun’im DZ)

Usaha Menyembunyikan Sejarah

Usaha Menyembunyikan Sejarah

Perubahan sikap suatu kelompok cenderung disertai perubahan pandangan terhadap masa lalu. Tindakan masa lalu yang oleh umum diangap sebagai suatu tindakan naïf, atau bahkan noda hitam lalu berusaha ditutupi. Agar mereka tidak disisihkan dalam pergulatan sosial politik saat ini. Langkah itulah yang ditempuh beberapa kelompok untuk menyembunyikan bahkan menghapus sejarah hitam mereka sendiri.Kalau selama ini pemerintah dan beberapa ormas Islam turun tangan soal penghilangan keterlibatan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam peristiwa 1965, yang dianggap sebagai upaya partai terlarang itu untuk cuci tangan, padahal kekejaman partai itu masih dirasakan sebagian besar generasi yang hidup saat itu. Ini karena masyarakat tidak cermat membedakan mana realitas empiris dan mana realitas konstruktif (rekayasa).Belakangan ini juga ada usaha menyembunyikan sejarah pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Permesta tahun 1950-an yang dilakukan oleh Partai Masjumi dan Partai Sosial Indonesia, terbukti keterlibatan beberapa tokoh utama kedua partai politik itu. Namun sekarang disebutkan pergolakan bersenjata itu bukan pemberontakan, tetapi kritik terhadap pemerintah pusat. Pandangan ini ditulis dalam berbagai buku, berbagai seminar dan artikel di Koran. Sebagai upaya cuci tangan yang memanipulasi realitas sejarah.Kalau sebagai sebuah kritik terhadap pemerintah pusat, kenapa kelompok itu menamakan dirinya sebagai pemerintah, bukankah pembentukan pemerintah ketika masih ada pemerintahan yang sah itu sama dengan pemeberontakan. Kalapun masih disebit sebagai kritik, kenapa kritik dilakukan di hutan-hutan dengan menggunakan senjata, melakukan pertempuran. Apalagi mereka memperoleh suplai dengan menjarah uang negara dan mengundang pasukan asing memasukkan senjata untuk melawan pemerintah dan negara sendiri. Ini jelas pemberontakan, apalagi salah seorang pasukan asing seperti lan Pope berhasil ditangkap dan mengakui perbuatannya. Sejaak awal sikap NU sangat jelas terhadap gerakan DI-TII dan PRRI Permesta, semuanya adalah bughat (pemberontakan) karena itu harus ditumpas. Bahkan oleh yang paling tegas menghadapi berbagai ulah kaum separatis dan pemberontak itu adalah Bung Hatta, bahwa sikap mereka itu sudah menciptakan Negara dalam Negara karena itu mendorong Bung Karno yang masih ragu-ragu agar segera menggempur mereka. Ketika pemberontah menyerah Bung karno mau memaafkan mereka. Tetapi Bung Hatta tak pernah memaafkan para pemeberontak itu, terbukti tidak maui ditemui para pemberontak sampai akhir hayatnya.Dengan berpegang pada sikap NU pada saat itu dan pandangan Bung Hatta sebagai orang yang namanya dicatut untuk melakukan pemberontakan itu kita tidak mudah dikelabuhi dan dimanipulasi baik para politisi maupun sejarawan kanan yang berusaha memanipulasi sejarah di tengah masyarakat yang transparan.Untuk mengsambil sikap nasionalis yang tegas itu bagi NU tidak mudah, tetapi penuh resiko yang ditanggung hingga saat ini. Akibatnya oleh sejarawan NU dicap sebagai oportunis, karena kebetulan skapnya sama dengan pendirian pemerintah mengenai keutuhan Negara. Padahal itu sangat tegas dengan sikap patriotik hingga saat ini, yang menentang segala bentuk kolonialisme dan intervensi asing baik yang bersifat budaya, politik maupun ideologi.Pengaburan sejarah pemberontakan PRRI-Permesta itu sebaga upaya mengubah konstelasi politik nasional, yang hendak memerankan para para pemberontak serta anak cucunya yang terlibat dalam pemberontakan itu dalam percaturan politik di negeri yang dulu pernah digempur ini. Tindakan ini hanya diambil oleh para oportunis yang menjadi agen asing. Pantas karena mereka itu sejak awal didik secara colonial dan menerapkan prinsip-prinsip kolonial dalam gaya hidup mereka. Mereka dengan tegas menolak nasionalisme dan segala bentuk nilai tradisi, termasuk sejarah.Adalah aneh mereka yang mengagungkan pemberontakan itu ikut bicara soal kedaulatan nasional, padahal sejak awal mereka bersekongkol dengan kolonial, justeru disaat bangsa ini gigih menolak kolonialisme. Sejarah yang menjadi memori bersama itu harus dipegang, sebab kalau tidak orang bisa terkecoh. Di tengah pergerakan nasional untuk mengembalikan kedaulatan bangsa dan Negara ini mereka hendak turut ambil bagian, dengan cara memanipulasi sejarah hitam mereka. Bukan dengan mengakui kesalahannya, lalu melakukan refleksi dan langkah kompensasinya.Kesalahan sejarah itu tidak akan hilang karena ditutupi, sebab semua orang sudah tahu dari sumber paling otentik bahwa PRRI Permesta itu adalah pemberontakan yang bersekongkol dengan agen dan tentara kolonial untuk mengganti pemerintah dan Negara RI. Dengan adanya kesadaran itu orang tidak akan terkecoh berbagai teori, berbagai analisis serta pandangan yang tidak sesuai dengan realitas histories itu. Ingatan publik jauh lebih kuat disbanding manipulasi elite yang hendak memanipulasi, karena itu penulisan dan analisis sejarah semacam itu harus dikontrol sejak dini. (Abdul Mun’im DZ)